Selasa, 18 September 2012

STRATEGI TERAPI IDIOLOGIS DI LINGKUNGAN PTM UPAYA MENEGASKAN PERAN DAN KONTRIBUSI IMM SEBAGAI KADER PERSYARIKATAN UMAT, BANGSA DAN NEGARA



Oleh : Yanto Sagarino Samawa

Semenjak Muktamar Muhammadiyah di Yogyakarta satu abad dengan tema gerak melintasi zaman : dakwah dan tajdid membentuk peradaban utama dan muktamar di malang juga mengambil tema peneguhan idiologi untuk pencerahan bangsa. Kedua tema ini tema ini merupakan sebuah bahasa yang sangat kuat dalam batin kita, setiap mendengar kata pencerahan dan peradaban utama, disitulah mengingat akan eksistensi Muhammadiyah. Kedua bahasa dan anak kalimat tersebut terkadang membuat kita bahagia, oleh karena orang besar layaknya seorang pimpinan yang menentukan arahnya Muhammadiyah kedepannya. Mereka merumuskannya dan memikirkan kemaslahatan Muhammadiyah dalam arus globalisasi dan ekspansi pertandingan sebuah rezim. Begitu juga sebaliknya, kalau sebelumnya kita gembira dengan gerakan idiologis Muhammadiyah dari apa yang dirumuskannya, tetapi tidak pernah kelihatan hasilnya untuk melakukan peneguhan idiologi, bahkan banyak di amal usaha para kader Muhammadiyah yang cenderung progresif menjadi melemah, kader yang benar-benar mau berjuang di Muhammadiyah—terkadang menjadi amukan sebuah sikap dari kader yang lain, mungkin karena kader tersebut terlalu kritis dengan berbagai kesalahan yang ada di Muhammadiyah. Dan kebanyakan di Muhammadiyah maupun di ORTOM sendiri terkadang orang kreatif menulis dan hobi dalam gerakan keilmuan itu di buang jauh-jauh, sehingga berakibat pada matinya khazanah intelektual Muhammadiyah itu sendiri, dan sekarang pun bingung mau kita cari kemana kader-kader yang senang bergelut dalam dunia keilmuan.
Kembali pada tema awal, KH.  Ahmad Dahlan berpesan kepada semua kadernya sebelum beliau meninggalkan kita semua, beliau mengatakan; ”jangan sekali-kali menduakan Muhammadiyah—karena Muhammadiyah terlalu besar buat kalian”, Mengurus Muhammadiyah ini sangatlah susah—sebesar dan sekecil apapun, kalau orang yang mengurusnya tidak ihklas dan tak mau beramal, Mengurus Muhammadiyah ini sangat nyaman dan enak—apabila yang mengurusnya mau menuntun diri dalam keikhlasan dan beramal untuk dunia akherat. KH.  Ahmad Dahlan meninggalkan amal usaha Muhammadiyah bukanlah semata-mata untuk membiayai semua orang yang mengurusnya, akan tetapi Ahmad Dahlan justru berharap dengan amal usaha itulah warga Muhammadiyah bisa bekerja dengan istiqomah dan membesarkan Muhammadiyah, agar dapat mencapai cita-cita dan tujuannya yakni menciptakan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Kalau sekarang ini berbicara tentang masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, tentu banyak sekali hal-hal yang perlu kita refleksikan semua, mengingat Muhammadiyah sekarang seperti gajah yang tak mampu bergerak, jangankan mau bergerak menjadi payung gerakan dakwah umatpun belum bisa maksimal, terkadang molotop kemana-mana—arahnya ngelantur. Problem inilah harus segera di pahami dan di perbaiki, karena kondisi sekarang ini sudah semakin membesar dan merambah keakar, jantung dan uluh hati para kader Muhammadiyah. Apalagi dalam konteks idiologi Muhammadiyah belumlah jelas, mengapa bisa terjadi seperti itu. Mungkin faktor pertama kita ungkapkan adalah pertama; malasnya orang Muhammadiyah mempelajari buku panduan bermuhammadiyah, kedua; adanya pereduksian idiologis dari pemahaman lain kedalam kepribadian kader Muhammadiyah; ketiga; Kebanyakan kader Muhammadiyah sudah keluar dari habitat berfikirnya Muhammadiyah baik dalam kehidupan sehari-hari bersama keluarga dan sanak familinya maupun dalam berdakwah; keempat; seringkali para pimpinan Muhammadiyah seperti warga NU yang sering main fatwa tanpa menanyakan yang bersangkutan mengapa masuk keorganisasi lainnya. Kelima; Dakwah Muhammadiyah tidak terintegrasi kedalam kepribadian kader Muhammadiyah, sehingga membuat dakwah Muhammadiyah di pandang sebelah mata oleh semua orang, karena memang di kader Muhammadiyah sendiri tidak ada konsistensi secara idiologis dalam beramar ma’ruf dan nahi mungkar. Keenam; Muhammadiyah hanya mampu membangun sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, dan panti asuhan, tetapi didalamnya tidak tersentralisasi gerakan dakwah dan idiologi Muhammadiyah sehingga terjadi sebuah proyek kepentingan yang lebih besar dan tidak terkontrol oleh semua pimpinan persyarikatan Muhammadiyah itu sendiri.
Dengan demikian berbagai problem yang melanda identitas dan karakter bermuhammadiyah baik dari  dalam maupun luarnya. Problem-problem seperti ini tidak harus di sembunyikan dan tersendar-sendar untuk di selesaikan, harus dengan segera melakukan reviralisasi dan peneguhan kembali ide dan gagasan bermuhammadiyah, agar kita dapat mengembalikan habitat Muhammadiyah seperti generasi awal yang memiliki konsistensi dalam mengurus Muhammadiyah tanpa harus ada kepentingan. Kalau kita semakin memperkuat hati dan gagasan kita sendiri dalam kepentingan pribadi, maka kita sebenarnya menjadi kader Muhammadiyah yang tolol dan tak mau memberikan sinar kedamaian akan kebesaran panji Islam Muhammadiyah itu sendiri. Tentu Kita semua, baik yang menjadi pimpinan tigabelas Muhammadiyah maupun pimpinan amal usaha harus mulai dari sekarang mempersiapkan diri dengan karakter dan identitas keislaman yang mampu memberikan solusi kepada seluruh komponen umat Islam. Oleh karena sekarang ini berbicara umat Islam, sungguh sangat memprihatinkan baik dari idiologi keislamannya maupun pemahaman tentang Islam itu sendiri sungguh minim dan ini juga merupakan sebuah tanggungjawab bersama dalam mengatasinya. Mengatasi hal seperti ini tidaklah mudah dan membutuhkan komitmen bersama untuk meningkatkan pola gerak maju kita dalam memantapkan gerakan dakwah amar ma’ruf dan nahi mungkar Muhammadiyah. Dengan segala kelemahan yang ada dalam Muhammadiyah untuk menjangkau dan memenuhi kebutuhan spiritual umat Islam dalam berbagai aspek, porsentase umat Islam sekarang ini masih sangat tinggi terhitung 88,22%.
Sekarang ini masalah yang harus dicemaskan bagi seluruh warga Muhammadiyah adalah bila mana kualitas kita sebagai warga Muhammadiyah sangat mengalami kekurangan dalam hal idiologi dan paham Islam Muhammadiyahnya dan itu kita alami secara keseluruhan sehingga kualitas tersebut masih di bawah standar. Ini juga merupakan akibat tertinggalnya pemaknaan gerakan Ilmu dan pembaharuan manhaj Muhammadiyah, sehingga tak ayal lagi, kebodohan dan keterbelakangan dalam pemikiran dakwahnya pun yang dialami oleh kader Muhammadiyah menjadi penyebab utama kemiskinan kader dan krisis otak pikir umat Muhammadiyah.
Jadi sekarang ini pekerjaan yang paling berat dan terbesar umat Muhammadiyah adalah mengembalikan khasanah keilmuan Islam dan budaya pemikiran sebagai pondasi penopang dakwah Muhammadiyah di masa kini dan masa akan datang. Selain itu juga Muhammadiyah harus mampu mengembalikan habitat idiologis para kader oleh karena sekarang hampir di seluruh daerah mengalami kemacetan dan tersumbatnya idiologi Muhammadiyahnya sehingga arah dakwah tidak mencapai sasaran dan tidak terpenuhi apa yang menjadi harapan para masyarakat kita di kelas bawah. Maka oleh karena itu, sangat di perlukan bentuk peneguhan jati diri dan karakter identitas bermuhammadiyah melalui tahapan tersebut. Begitu juga dengan proses bermuhammadiyah di PTM harus bisa memaksimalkan niat yang tulus dan istiqomah sehingga aktivitas kita dalam mengurus Muhammadiyah ini ada terintegrasi sebuah nilai yang lebih dan kita jadikan amal dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi mungkin sangat sulit merubah secara total layaknya revolusi karena menganggap semua apa yang saya sebutkan diatas tadi adalah sebuah sikap intervensi untuk Me-muhammadiyah-kan orang Muhammadiyah. Bagi saya meskipun itu sulit dan susah, maka harus ada pemaksaan baik secara individu maupun kolektif untuk memaham idiologi Muhammadiyah secara keseluruhan sebagai sebuah perangkat nilai dalam beraktivitas dengan tujuan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sekarang ini yang terpenting dalam mengurus Muhammadiyah adalkah menunjukkan sikap terbaik, tentu dengan kesadaran yang dilandasi dengan tauhid, iqra, majelis dan harakah fil Islam. Apabila dalam pelaksanaan kehiatan apapun di Muhammadiyah dengan bentuk aksentuasi kesadaran seperti ini maka unsya Allah Muhammadiyah akan menjadi sebuah mesin dakwah yang vioner tanpa bisa di intervensi oleh berbagai pihak luar dan sudah saatmya Muhammadiyah mulai menentukan sikap istiqomah berdasarkan militansi intelektualnya dengan memperkuat jati diri dan identitas Ke-muhammadiyahan-nya.

Gurita Amar Mungkar di PTM
Mari kita pikirkan secara bersama bagaimana mengislamkan dan memuhammadiyahkan seluruh mahasiswa dan dosen di setiap PTM di seluruh nusantara ini. Kita mengetahui dari hal terkecil sampai hal terbesar yang terjadi di PTM, dari pembohongan administrasi, laporan keuangan dan proses pencarian proyek yang fiktif selalu saja terjadi. apakah ini proses bermuhammadiyah dengan baik ? wallahualam kami tidak tau, akan tetapi mari kita belajar dari setiap pengalaman yang ada, mungkin ni adalah sebuah kesalahan yang telah mengurita semenjak kita berproses dalam kelemahan. Berkembangnya pragmatisme dengan menempatkan perjuangan Muhammadiyah di nomorduakan, maka hal ini sudah mengalahkan nilai dakwah Muhammadiyah di tengah kampus sebagai basis pencerahan masyarakat. Dengan menganggap kerja-kerja dakwah Muhammadiyah tidak konsisten lagi, maka konsekwensi yang mereka ambil adalah hanya menjadikan PTM sebagai tempat pencarian nafkah semata. Pandangan tersebut bukanlah sebagai sikap negatif dan antipati terhadap gerakan dakwah Muhammadiyah, namun kita tentu harus berusaha menghidupkan Muhammadiyah dengan hati nurani yang tulus. jangan sampai kita membebani dakwah Muhammadiyah dengan sesuatu nilai yang tak berharga sama sekali sehingga bisa menyebabkan potensi dakwah di PTM sendiri kehilangaan arah dan sasarannya. Disinilah menjaga keseimbangan dan merenungkan secara mendalam mengenai konsepsi dakwah di PTM. Cobalah kita bayangkan seandainya seluruh PTM se-Nusantara ini menjaga keseimbangan dakwah maka Muhammadiyah tidak akan kehilangan arah. Gagasan dakwah dalam internal PTM sangat mudah, yang terpenting komitmen untuk melaksanakan itu semua bisa kita handalkan.
Penomena yang terpenting harus di soroti sekarang ini dalam PTM adalah menguritanya aktivitas kampus Muhammadiyah yang tidak karuan dan tidak jelas. Sehingga pengembangan lingkungan PTM jauh dari faktor Islam. Pandangan akan faktor Islam inilah menjadi pokok pembicaraan kita bersama di internal PTM yang belum tuntas baik dalam memahami Islam maupun nilai Muhammadiyahnya. Kita lihat saja bebasnya kampus IAIN tidak sebebas PTM, dengan ranah lingkungan yang bebas inilah segala potensi paham di luar idiologi Muhammadiyah menjadi semakin berkembang. Pada tahun 2005-2008 bahkan sekarang di Universitas Muhammadiyah Mataram, kita telah saksikan sebuah drama sejarah tentang pergulatan mahasiswa dalam mempertahankan idiologi Muhammadiyah di satu sisi (katakan saja IMM) dan dipihak lain berusaha masuk melalui berbagai lembaga elemen mahasiswa (katakan saja elemen kiri). Namun anehnya terkadang banyak pimpinan PTM yang membela elemen kiri untuk eksis, orang yang membela tersebut katakanlah orang yang tak pernah dikader melalui ORTOM dia hanya masuk ke-Amal Usaha Muhammadiyah hanya dengan modal mengurus NBM dan mereka ini pun direkomendasikan jadi pimpinan. Inikan letak kesalahannya di pimpinan persyarikatan dengan berbagai kepentingannya atau gagalnya pimpian persyarikatan menanamkan paham Muhammadiyah pada orang seperti itu. Dari sinilah kelihatan geliatnya bagi kader-kader IMM untuk melawan intervensi idiologi kekirian tersebut di dalam PTM. Namun dalam perlawanan tersebut terkadang semangat kader IMM melemah, oleh karena dari rektor hingga pimpinan dan dosen tidak memiliki karakter dan ketegasan dalam idiologi Muhammadiyah. Sehingga lawan-lawan IMM kadang gusar sambil mengatakan ”kita capai melawan mereka toh orang besar di Muhammadiyah ini dari PPM hingga PDM tidak konsisten terhadap perjuangan Muhammadiyah dan tidak mau memperhatikan perjuangan kita bersama”.
Bagi penulis yang sudah merasakan perjuangan tersebut, tentu merasa prihatin terhadap kondisi terbaru Muhammadiyah, bagaimana mau melanjutkan risalah kenabian kalau semua yang bertolak belakang dengan kita masih kuat dalam mengintervensi idiologi Muhammadiyah, itu masih dalam ruang lingkup gerakan mahasiswa, namun bagaimana kalau sikap dan idiologi berlawanan itu terjadi ditingkat negara dan bangsa ini. wallahualam bissawab.
Yang terpenting untuk menanam idiologi Muhammadiyah sekarang ini harus mengunakan logika hukum persyarikatan yang harus ditaati bersama. namun sebelum itu penulis ingin menyoroti beberapa persoalan yang berhubungan dengan paham yang berkembang d PTM. Selama ini kita mengenal statuta Perguruan Tinggi Muhammadiyah, disana menjelaskan tentang organisasi yang hanya boleh ada di PTM adalah IMM dan Senat Mahasiswa. Akan tetapi mengapa di PTM selama ini maraknya organisasi mahasiswa yang bersifat ekstra dan intra. Katakan saja kalau yang ekstra itu ada HMI dan mereka ini sangat besar basisnya daripada basis IMM. Mungkin logikanya karena rektornya orang HMI atau dekannya HMI juga sehingga mereka memiliki bargaining yang dilindungi oleh rektor dan dekannya. Selain itu juga sekarang ini sedang maraknya organisasi ekstra lainnya memasang bendera dan mendirikan komisariat maupun mengunakan fasilitas kampus tanpa memperhatikan kaidah yang ada. Kemudian kalau intra kampus, kita ketahui bersama bagaimana maraknya Unit Kegiatan Mahasiswa dari yang sekuler sampai ke liberal. Biasanya mereka ini banyak mendapat sokongan dana dari PTM dan yang aktif di UKM ini kebanyakan mendapat dana tetapi kegiatannya tidak direalisasikan kemudian LPJnya pun di palsukan, padahal kalau kita pikir sungguh minim bahkan bisa di bilang tidak ada kontribusi ke Muhammadiyah, yang dimaksud dengan kontribusi adalah mereka kebanyakan tidak paham dengan Muhammadiyah apalagi mau mempelajarinya atau berpartisipasi dalam dakwah Muhammadiyah. Lebih parah lagi, banyak pimpinan PTM yang menganggap IMM tidak kreatif, mungkin pandangan ini mereka gunakan sebagai tameng untuk mengkritisi IMM, oleh karena kader IMM tidak kenal kompromi apabila ada pimpinan PTM yang membuat kesalahan atau korupsi uang PTM. Belum lagi masalah dosen yang kualifikasi Strata Satu yang mengajar S1 juga, selain itu juga banyak diantara dosen yang saling memfitnah untuk mencari posisi jabatan pimpinan PTM. Semua masalah ini tentu menjadi pekerjaan rumah seluruh kader Muhammadiyah untuk mengembalikan khasanah bermuhammadiyah dengan baik dan melakukan proses penanaman idiologi dengan bak dan benar pula.

Strategi Terapi Idiologi Di PTM
Dari berbagai macam persoalan diatas, maka untuk mengintegrasikan sebuah pemaknaan idiologi secara total dan keseluruhan sebagai bentuk pandangan yang menyeluruh dan sistematis dalam kehidupan persyarikatan serta dapat menjadi basis dakwah Muhammadiyah yang nantinya dapat di implementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Maka oleh karena itu, usulan penulis ini sebagai sebuah strategi terapi idiologi Muhammadiyah di PTM, adalah sebagai berikut :
1. Transpormasi kader ke ranah AUM secara efektif dan simultan yang ditandai dengan kartu identitas ORTOM atau Muhammadiyahnya
2. Mengurus kartu Muhammadiyah harus memiliki syarat yang ketat dan tidak mudah di bohongi.
3. menginterasikan pola dakwah Muhammadiyah ke PTM dengan metode dan strateginya melalui mata kuliah Al Islam Kemuhammadiyahan, Mata Kuliah Dakwah Kultural, Mata kuliah Idiologi Muhammadiyah.
4. Merubah paradigma Lembaga Pengabdian Masyarakat dalam proses mengurus KKN dengan tujuan dapat bekerja untuk Muhammadiyah dengan bentuk dakwah kulturan dan pendirian cabang dan ranting Muhammadiyah.
5. Menggantikan UKM-UKM yang ada di PTM dengan Lembaga Semi Otonom Muhammadiyah dan ORTOM, Misalnya MAPALA di ganti dengan Lembaga Pecinta Alam Muhammadiyah, Sasentra dengan Lembaga Seni Dan Budaya Muhammadiyah, Resimen di ganti dengan KOKAM. UKM karate diganti dengan TSPM dan lain sebagainya.
6. Membuat Lembaga Koordinasi Kaderisasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah di bawah instruksi dan koordinasi PWM tapi pusat lembaganya ada di PTM
7. Melaksanakan program dakwah dengan intensif dengan mengkoordinir semua lembaga yang ada di PTM khususnya mahasiswa.
8. Melaksanakan program lainya secara efektif dan simultan berdasarkan paradigma Muhammadiyah.

Role Of Law Persyarikatan
Kalau dalam persyarikatan ada kekalutan, timbul fitnah memfitnah, mudah kemasukan pihak ketiga yang tidak bertanggungjawab, itu akibat karena tidak mengindahkan hukum persyarikatan. Kalau melihat faktaneka yang terjadi dipersyarikatan tentu harus banyak berfikir dan istiqomah serta sabar dalam menanganinya, karena selama ini walaupun persyarikatan telah menetapkan hukumnya sesuai dengan apa yang menjadi kesepakatan warga Muhammadiyah, tentu konsekwensinya harus dijalankan sesuai dengan kaidah tersebut. Namun alangkah pemberani semua baik pimpinan persyarikatan, pimpinan Amal Usaha, dan pimpinan ORTOM sendiri terkadang banyak pelanggaran yang terjadi sehingga menyebabkan tidak ada konsistensi dalam menjalankan amanah persyarikatan.
Mungkin sudah cukup maklum bahwa pendirian persyarikatan Muhammadiyah memiliki aturan dan UUDPM (Undang-Undang Dasar Persyarikatan Muhammadiyah) yang harus di hargai baik oleh anggota Muhammadiyah yang ada didalamnya, maupun oleh Badan atau Lembaga atau Organisasi Otonomnya dan orang-orang yang ada di luar Muhammadiyah. Bahkan pemerintah sekalipun dan harus mengakuinya tentang ekistensi dan keberadaan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai sebuah badan yang hak yang dapat menuntut dan dituntut dalam sebuah pengadilan negara. Pendiria persyarikatan ini oleh karena ada dorongan dari Al Qur’an Surat Ali Imran ayat 110 yang membahas tentang bahwa harus ada satu golongan yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada yang mungkar. Sedangkan rasulullah menganjurkan umatnya untuk berorganisasi didalam usaha kebaikan yang dijamin akan mendapat pertolongan dari Allah swt, sebagaimana Al Qur’an surat Al Maidah ayat 2. Sedangkan tafsir KH. Ahmad Dahlan tentang persfektif tolong menolong dalam kebaikan merupakan perintah Tuhan kepada umat manusia agar menciptakan sebuah kemakmuran melawan kemunafikan dan kemiskinan, menciptakan saling hormat menghormati, toleransi antar umat beragama, saling menghargai, berdialog antar umat beragama demi perdamaian dan KH.  Ahmad Dahlan sendiri dalam setiap ceramahnya segala sesuatu untuk menjadi baik harus di awali dengan kekuatan iman, Islam, ketakwaan dan amaliah. Menurut penulis juga sebagaimana tertera dalam teori syafrilisme bahwa KH.  Ahmad Dahlan berkeinginan besarmerubah umat Islam dari hal-hal yang bersifat TBC dan melakukan praxsis gerakan untuk memajukan umat Islam agar tidak merasa mengalami keterbelakangan mapun kebodohan dengan bentuk pendirian amal usaha sebagai bentuk gerakan pencerdasan (kesadaran Iqra). Maka oleh karena itu yang melandasi hal tersebut tentu dengan kesadaran Tauhid, kesadaran Iqra, Kesadaran Majelis dan Kesadaran harakah fil Islam, KH.  Ahmad Dahlan mampu mengelaborasi maksud dan tujuan al Qur’an surat Ali Imram : 110 dan Al Maiah : 2.
Berbicara hukum persyarikatan di tentukan bukanlah untuk pribadi, akan tetapi itu semua demi kepentingan umat manusia baik Islam maupun di luar Islam. Mengapa kedua surat Al Qur’an tersebut diatas sebagai landasan untuk mengerakkan umat Islam karena inngin merekonstruksi kesadaran keislamannya dalam nuansa satu padu dalam perdamaian dan membangun sinar Islam sebagaimana sinar matahari 12 Muhammadiyah. Begitu juga dengan sikap para warga persyarikatan Muhammadiyah yang harus berdiri kokoh tanpa bisa di terabas oleh bendera dan identitas organisasi dan umat lainnya, agar Muhammadiyah ini tetap utuh dalam barisan yang satu (shaffan) sebagaimana anjuran Tuhan dalam al Qur’an surat Ash Shaaf : 4 dan 11. Dengan demikian, sangat penting bagi persyarikatan Muhammadiyah yang di dalamnya terdapat warga yang berpaham Muhammadiyah sekian juta orang dan terdiri dari kader ORTOM sekian puluh ribu jiwa di seluruh nusantara, ini menandakan sebuah kapal besar yang siap berlayar dengan sikap dan karakter yang berani untuk memberikan pelayanan dan gerakan pencerahan maupun pencerdasan terhadap seluruh komponen umat Islam. tentu kapal tersebut akan berjalan dengan baik dan mulus serta melewati rintangan ombak yang besar ketika Muhammadiyah baik pimpinan, kader, simpatisan, dan umat Muhammdiyah memiliki komitmen bersama dalam menjaga eksistensi dakwah dan kaderisasi sebagai investasi masa depan dalam melawan arus kemungkaran yang sangat deras sekali.
Mengingat ayat al Qur’an dan Hadist Nabi yang dikutif oleh KH. Ahmad Dahlan tersebut diatas, pada dasarnya membentuk sebuah organisasi dalam rangka bekerjasama dalam kebaikan, itu di perintahkan oleh ad dinul Islam dan tidak dilarang. sedangkan yang di tentukan oleh ad dinul Islam adalah mengenai situasi, kondisi, ciri-ciri dan waktu suatu kejadian atau peristiwa yang di tentukan oleh Tuhan. Dalam hal persyarikatan Muhammadiyah bahwa UUDPM itu adalah hukum, ketentuan yang harus di junjung tinggi sepenuhnya oleh semua anggota lebih-lebih warga dan pengurus persyarikatan. Siapa lagi yang akan menjalankan AD/ART UUDPM ini kalau bukan kita pengurus, pimpinan AUM, warga dan anggota biasa Muhammadiyah. marilah kita jalankan UDDPM secara lebih baik dan nyata serta transparan.
Menurut Drs. Lukmanul Hakim ”orang Indonesia senang mengkomsumsi sifat katak dan orang Jepang senang mengkomsumsi udang sebagai makanannya” maksud dari perkataan ini adalah jangan sampai aturan persyarikatan ini dipakai bukan pada tempatnya dan melakukan hal–hal yang melanggar hukum persyarikatan, oleh karena semua hal seperti itu dapat mengakibatkan persyarikatan Muhammadiyah di pandang tidak berprilaku seperti Nabi Muhammad saw (tidak : jujur, amanah, sabar dan istiqomah)
Kalau ada hal-hal yang kurang cocok dan tidak berkenan sebagaimana yang tersebut dalam AD/ART atau berbeda dengan apa yang dimaksudkan, janganlah dirubah, dan disalahkan semuanya. kalau masing-masing berprilaku demikian, tidak mengindahkan lagi putusan bersama, akan bubarlah persyarikatan itu. Tunduklah pada keputusan yang telah diambil. Dan keputusan hasil kesepakatan itulah yang benar. selama belum di ubah dan diganti. Namun kita harus melihat bagaimana ketika aturan persyarikatan di perjelas di Muktamar oleh Majelis DIKTI PP Muhammadiyah dan disesuaikan dengan STATUTA PTM mengenai organisasi kemahasiswaan yang ada di PTM, pimpinan Muhammadiyah atau Rektor PTM yang termasuk pimpinan Muhammadiyah di tingkat wilayah, sering melnggar aturan persyarikatan. Misalnya aturan yang mengatakan ”Organisasi yang di perbolehkan di PTM, pertama; bersifat ekstra dan intra yakni IMM dan kedua; bersifat intra yakni senat Mahasiswa”. Akan sangat berbeda dari aplikasi aturan ini, ternyata banyak organisasi yang aktif di PTM baik BEM, UKM dan ekstra lainnya seperti HMI, FMN, SMI, LMND dan lain sebagainya. Ini merupakan bentuk pelanggarannya dan tidak konsistennya pimpinan Muhammadiyah, padahal nota benenya di semua organisasi intra dan ekstra itulah di PTM corong berkembangnya paham selain idiologi Muhammadiyah. Faktor terpenting tumbuh dan berkembang paham di Muhammadiyah sehingga idiologi Muhammadiyah tertinggal, karena tidak knsisten terhadap hukum persyarikatan.
Kalau ada sesuatu hal yang belum tuntas dalam Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, diserahkan kepada masing-masing atau menurut kebijakasanaan dan keputusan pimpinan berdasarkan tingkat levelnya, agar dapat dudukkan bersama dalam suatu kesadaran majelis tanpa mendengarkan informasi sepihak. Padahal segala sesuatu yang telah ada di AD/ART Muhammadiyah itu, tidak boleh di tawar lagi. kecuali dilaksanakan sebagaimana mestinya. Apalagi saat ini, dimana ada tempat kondisi yang baik dan yang tidak baik alias amburadul administrasi selalu dilanggar dalam mengurus amal usaha maupun menjadi pimpinan, Maka wajiblah hukum persyarikatan itu di jalankan, dan di kerjakan secara seksama. Pengurus Muhammadiyah baik di Pusat, Wilayah, Daerah, Cabang, Ranting, , Majelis, Lembaga, keoanitiaan kegiatan harus mengindahkan segala yang diatur dan di tentukan dalam AD/ART, anggota-anggota Muhammadiyah pun harus demikian pula, mematuhi dan menghargai AD/ART Muhammadiyah sehingga kuat dan bermanfaat dalam bermuhammadiyah dan menuju maksud serta cita-cita Muhammadiyah. Bagaimana hubungan antara badan otonom yang satu dengan badan otonom yang lainnya, lembaga satu dengan lembaga lainnya, pimpinan persyarikatan dengan lembaga dan badan otnom tersebut, begitu juga seterusnya tinggal menjalankan sebagaimana mestinya. Dengan demikian akan berjalanlah hukum persyarikatan Muhammadiyah itu dengan baik, bertambah luas geraknya dan semakin bertambah manfaatnya. Kalau dalam persyarikatan ada kekalutan, timbul fitnah memfitnah, mudah kemasukan pihak ketiga yang tidak bertanggungjawab, itu akibat karena tidak mengindahkan hukum persyarikatan. Untuk itu marilah kita selesaikan, kita marilah kita hilangkan, dan kita hapus semua yang tidak beres itu, kembali kepada hukum persyarikatan dan kita jalankan dengan sebaik-baiknya.
Yang terpenting bagi seluruh warga persyarikatan Muhammadiyah adalah berkomitmen membangun Muhammadiyah, oleh karena KH.  Ahmad Dahlan telah menitipkan Muhammadiyah kepada kita semua, sebagaimana dalam ungkapannya ”Aku Titipkan Muhammadiyah Kepada Mu”. Jadi perkataan itu memang sangat berat bagi kita untuk melaksanakannya, sehingga kita kebanyakan berkeluh kesah terhadap kondisi yang ada, tanpa bisa berbuat apa-apa untuk berdakwah dan membesarkan nama baik Muhammadiyah dengan sinar Muhammad—iyah untuk merebut kembali harapan awal kita bersama yakni masyarakat Islam dan dunia Islam sepenuhnya.

Peran Dan Kontribusi IMM Untuk Persyarikatan Umat, Bangsa Dan Negara
Peran IMM sudah menjadi lokus gerakan yang dapat di perhitungkan dengan berbagai pola perjuangan gerakan diantara gegap gempitanya para organisasi kemahasiswaan lainnya. Namun ini tidak akan terealisasi ketika kader IMM tidak memiliki identitas dan karakter yang jelas. Menurut Ton Abdillah Has sudah selayaknya memantapkan gerak langkahnya ke depan baik sebagai kader Muhammadiyah, umat dan bangsa. Oleh karena itu beberapa agenda gerakan yang perlu ditawarkan dalam kepemimpinan IMM adalah gerakan dakwah dan intelektual. Terkait agenda gerakan itu, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sangat perlu berperan aktif melakukan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka penguatan dan perluasan basis Muhammadiyah, utamanya membumikan kerja-kerja pendampingan dan advokasi masyarakat sebagai agenda gerakan pemberdayaan IMM. Dengan tujuan agar IMM menjadi pelopor dalam jejaring organisasi mahasiswa dan organisasi lain (OKP, LSM, Ormas, dan Orsospol) guna mengkritisi kebijakan pemerintah dan memberi respons kondisi kebangsaan. Sementara itu terkait agenda gerakan dakwah adalah sebagai berikut :
Pertama : IMM diperlukan membentuk korps mubaligh IMM yang disemai di masjid-masjid kampus, menjalankan aktivitas dakwah di ruang publik kampus dan Muhammadiyah, dengan terlibat aktif melakukan dakwah di basis Muhammadiyah bekerja sama dengan struktur Muhammadiyah yang ada baik daerah, cabang maupun ranting Muhammadiyah. Kedua, IMM harus bekerjasama dengan PTM terlibat mengirimkan mubaligh IMM ke daerah pelosok dan pedalaman yang membutuhkan sentuhan dakwah Islam, seperti Papua, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara, dll. Sedangkan ketiga, Membangun mainstream gerakan dakwah IMM dan jaringan dakwah dengan organisasi lain.
Dalam konteks agenda gerakan intelektual harus menjadikan IMM sebagai kontributor wacana dan ide ditengah kontestasi intelektual gerakan mahasiswa. Selain itu, IMM mendorong sebanyak mungkin terciptanya buffers gerakan intelektual sebagai kerangka kultural intelektual enrichment kader-kader IMM, seperti forum studi, lembaga penelitian, studi learning circle. Yang terpenting kedepan agar IMM menjadikan PTM sebagai episentrum gerakan intelektual melalui program Sekolah Pelopor berbasis PTM, terkait akses fasilitas, kebijakan, dan dana yang dimiliki PTM, mengingatkan agar kader IMM tidak sekadar mengejar pragmatisme tanpa mengindahkan idealisme luhur cita-cita Ikatan.
Banyak pihak beropini bahwa terjadi kemunduran kualitas gerakan, bila dibandingkan angkatan gerakan mahasiswa sekarang. Dalam hal ini tentunya secara umum tidak terkecuali menimpa Ikatan, namun dengan beberapa kekhususan akar masalah. Kondisi yang demikian tidak terlepas dari dua hal. Pertama, IMM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah, mendapatkan dukungan fasilitas dan modalitas, yang justru menjebak Ikatan pada bentuk - bentuk organisasi formal. Pendekatan yang digunakan oleh Muhammadiyah dalam memposisikan Ikatan pun cenderung berparadigma titipan, padahal IMM adalah ortom yang nomor wahid kaderisasinya dalam konteks Muhammadiyah. Kritik yang disampaikan oleh IMM dianggap sebagai anomali dari sistem yang tertata dengan baik. Kedua, persaingan antar gerakan mahasiswa lain yang relatif lebih independen dan bebas dalam menentukan isu-isu gerakan yang berkaitan dengan kepentingan rakyat. Ikatan menjadi kurang kreatif dan berani dalam melakukan respon terhadap kebutuhan gerakan organisasi perkaderan dan jaringan; karena terlalu banyak pertimbangan posisi dengan Muhammadiyah.
Keberadaan IMM dan ortom lainnya tidak terlepas dari kuasa-peran Muhammadiyah dalam arti makro, baik secara struktural, khittah gerakan, karakter kaderisasi dan kebijakan organisasi. Tentunya, IMM seringkali di cap nakal, tapi malu-malu kucing. Ungkapan Pak Djasman layak menjadi tamparan pada kita, “bila ada yang menghalangi IMM dalam mewujudkan tujuan, maka lawan, tak peduli orang tua sendiri”. Dan itu artinya, meski banyak basis perkaderan Ikatan berada di PTM dan tumbuh berkembang dengan limpahan dana, ia tak boleh menjadi lunak karena mendapat dana itu. Upaya perkaderan IMM harus di lihat dalam dua prespektif, pertama kader sebagai intelektual yang sekaligus menjadi mahasiswa, dan yang kedua, memandang kader sebagai seorang intelektual yang nantinya akan bergabung dalam komunitas intelektual yang labih luas pasca kehidupan di kampus. Secara jelas kita bisa membagi dua prespektif tersebut dalam uraian sebagai berikut.

a. Intelektualitas Kader Ketika Aktif Menjadi Mahasiswa
1. Membentuk kader yang memiliki daya kritis terhadap kondisi masyarakat yang memiliki pemihakan yang jelas sebagaimana fungsi intelektual (bebas) khususnya gerakan mahasiswa.
2. Membentuk kader yang memiliki spesialisasi suatu kompetensi keilmuan tanpa harus membuat dirinya terkotak dalam sebuah kompetensi yang menimbulkan arogansi atau pribadi masa bodoh dengan realitas keilmuan maupun masyarakat.
3. Membentuk kader yang memiliki komitmen dan kompetensi sebagai organ dakwah di kalangan mahasiswa dalam rangka menyampaikan risalah islam kepada golongan terpelajar.
4. Membentuk kader yang menjadi tulang punggung organisasi baik dalam hal manajemen, kepemimpinan maupun keberlanjutan proses perkaderan ikatan.

b. Intelektualitas Untuk Pasca Kampus
1. Menghasilkan kader yang siap memasuki birokrasi pemerintahan, dengan tetap memainkan peran profetiknya untuk mengubah birokrasi agar lebih human dan berorientasi pada rakyat kecil.
2. Menghasilkan kader yang siap terjun ke tekno struktur pada suatu koorperasi yang besar dan menjanjikan posisi manager dan profesional dengan tetap memainkan peran profetiknya. Untuk melakukan revolusi manajerial, pengambilan tampuk pimpinan dari pemilik modal, dan mengembangkan koorperasi yang memiliki tanggungjawab sosial
3. Menghasilkan kader yang siap terjun pada masyarakat, menjadi pemimpin masyarakat, wirausahawan yang inovatif, pengembangan kepemimpinan yang produktif serta menciptakan lapangan kerja baru.
4. Mengahasilkan kader yang siap menjadi kader persyarikatan dengan tingkat kearifan yang tinggi dalam menghadapi dinamika dan pluralitas muhammadiyah khususnya menghadapi perbedaan latar belakang kemuhammadiyahan kader (asal ortom) maupun perbedaan latar belakang ke-islaman kader (berasal dari luar ortom muhamamdiyah). Idealnya kader (alumni) imm bisa menjadi fasilitator dan pemandu kader-kader intelektual muhamamdiyah yang bisa berasal dari organisasi kemahasiswaan lain.
Hal tersebut merupakan sebuah konsep ideal dari perkaderan IMM dengan melihat gambaran dunia intelektual muslim maupun dunia gerakan mahasiswa. Namun ternyata masih ada beberapa kendala yang banyak terjadi pada kader.Secara garis besar, kendala tersebut adalah :
1. IMM kurang bisa mengelola secara efektif permasalahan pluralitas intelektualitas kader yang berasal dari IRM, organisasi Islam non-Muhammadiyah (seperti PII, SKI atau IPNU/IPPNU) sebagai realitas transformasi kader pelajar Muslim maupun kader non-ideologis untuk dikelola menjadi kekuatan realistis bagi IMM.
2. Para Instruktur IMM kurang memiliki percaya diri untuk mengelola darimanapun kader berasal. Kadang para instruktur berhasil mengkader mahasiswa yang benar-benar awam dari pergerakan pelajar, namun kurang berhasil dalam mengkader kader yang berasal dari organisasi pelajar seperti Pelajar Islam Indonesia, Sie Kerohanian Islam yang kini berkembang pesat dan dalam lokal-lokal tertentu juga identik dengan gerakan Tarbiyah atau bahkan Ikatan Remaja Muhammadiyah sebagai realitas sumber kader IMM.
3. IMM kurang berhasil membangun percaya diri kader sebagai bagian dari gerakan mahasiswa maupun lembaga dakwah kampus.
4. IMM kurang mampu menghasilkan kader yang bisa menjadi penuntun kader baru Muhammadiyah dari organisasi Mahasiswa Islam lain untuk ber-Muhammadiyah dan percaya diri menghadapi realita pluralitas Muhammadiyah yang memungkinkan memasukkan kader Intelektual dari organisasi Mahasiswa lain.
Dari analisa kelemahan tersebut diatas, IMM perlu mereka ulang proses perkaderan baik untuk kader maupun instruktur. Langkah-langkah taktis perlu diambil pada stake holder perkaderan IMM, sehingga pemecahan-pemecahan masalah perkaderan seperti diatas bisa diatasi sebelum beranjak pada target perkaderan. Secara umum kemudian nuansa Intelektualitas kemudian bukanlah monopoli terjemahan kata Kemahasiswaan dalam identitas IMM. Namun kata intelektualitas adalah sebuah konsekuensi ke-Islaman IMM yang kemudian akan mewarnai kehidupan keagamaan, Kemahasiswaan dan Kemasyarakatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar