Selasa, 11 September 2012

POLEMIK KADERISASI IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH


Oleh IMMawan Martunis*

 Kaderisasi dalam keorganisasian pada hakekatnya adalah totalitas upaya pembelajaran dan pemberdayaan yang dilakukan secara sistematis, terpadu, terukur dan berkelanjutan dalam rangka melakukan pembinaan dan pengembangan kognitif, afektif dan psikomotorik setiap individu. Kaderisasi yang dilakukan oleh setiap organisasi bertujuan untuk mencetak “manusia-manusia unggul” yang memiliki loyalitas dan komitmen terhadap organisasi, Memiliki integritas dan cita-cita berkemajuan. Biasanya kaderisasi dilakukan dalam banyak tahapan mulai dari jenjang kekaderan yang terendah hingga jenjang kekaderan yang paling atas.
Begitu juga dengan Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah (IMM), sebagai bagian dari organisasi otonom Muhammadiyah dalam lingkup mahasiswa yang senantiasa melakukan proses pengkaderan yang hampir tidak pernah putus. Pengkaderan IMM adalah merupakan suatu keharusan karena organisasi ini mendedikasikan diri sebagai organisasi kader bukan organisasi massa.
Kalau kita membuka kembali Sistem Pengkaderan Ikatan (SPI) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah maka kita akan menemukan tiga jalur proses kaderisasi yang harus ditempuh persyarikatan Muhammadiyah dalam rangka mengusahakan lahirnya kader­-kader muda Muhammadiyah.
Adapun ketiga jalur yang dimaksudkan ialah :
  1. Jalur pendidikan formal, melalui lembaga-lembaga formal yang dimiliki Muhammadiyah
  2. Jalur informal, berupa penanaman misi di lingkungan keluarga, dan sosialisasi di tengah-tengah masyarakat
  3. Jalur Program khusus Badan Pendidikan Kader dan Organisasi-organisasi Otonom



Ketiga jalur ini diharapkan bisa menjadi “pemasok” kader-kader yang akan melestarikan khittah gerakan Muhammadiyah. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan bagian dari organisasi otonom Muhammadiyah dengan basis anggota yang relatif homogen. Mahasiswa sebagai wahana kaderisasi, IMM diharapkan dapat menghasilkan komunitas kader-kader yang memiliki kualitas intelektual, kapasitas moral dan peran sosial yang memadai.
Dalam mencapai kualifikasi kekaderan yang memadai. Maka, IMM dituntut untuk menyelenggarakan program perkaderan dengan strategi perencanaan yang serius dan kerangka kerja yang jelas. Maka kurikulum dan metode menjadi acuan utama guna pencapaian hasil yang optimal. Sehingga dari proses kaderisasi yang dikembangkan IMM dapat lahir kader-kader yang memahami misi dan cita-cita Muhammadiyah dengan benar.
Pengkaderan adalah proses IMM dalam mencetak manusia-manusia unggul yang sesungguhnya. Tujuan Pengkaderan sacara umum adalah untuk mecetak aktivis-aktivis IMM yang memiliki loyalitas, jati diri (identitas), dan kemajuan dalam konteks kolektivitas kebersamaan dalam organisasi. Inilah saat dimana kader-kader IMM diberikan pengetahuan, pedoman, dan tujuan IMM. Guna mencapai tujuan tersebut dalam proses pengkaderan selalu diwacanakan mengenai tri kometensi IMM yang dalam diri kader, tri kompetensi ini meliputi humanitas, intelektualitas dan religiusitas. Inti dari trilogi ini adalah tuntutan untuk menjadi kader yang memiliki intelektualitas dalam segala bidang yang berpedoman pada Al-qur’an dan As Sunnah serta memiliki kepekaan sosial yang tinggi dalam bermasyarakat.
Dilema yang terjadi dalam pengkaderan adalah kader-kader baru hanya menghapal tri kompetensi IMM dan setelah proses kaderisasi  berakhir, maka berakhir pulalah hapalan tersebut inilah pokok masalah yang harus dibenahi, yaitu tri kompetensi IMM bukan hanya sekedar untuk dihapal akan tetapi untuk dipraksiskan dalam realitas kehidupan. Seharusnya setelah proses itu kader sudah mampu mengaktualisasikan trikompetensi IMM. Bukan malah sebaliknya yang masih bingung ingin berbuat apa untuk IMM. Tidak memiliki kreatifitas dan imajinasi membangun, dan yang paling patal adalah menjadi “aktivis-aktivis benalu” dalam tubuh IMM. Fakta dari penomena ini tampaknya tidak perlu untuk diperdebatkan kebenarannya. Jika hal ini masih terjadi bukan rahasia lagi bahwa proses pengkaderan hanya rutinitas belaka hanya untuk memenuhi tuntutan tiap bulannya tanpa ada kader IMM sejati yang tercipta dan menjadi penggerak dalam organisasi IMM.
Dilema yang lain dari sudut legitimasi akan eksistensi IMM diamal usaha Muhammadiyah. Eksistensi IMM di PTM adalah merupakaan suatu keniscayaan. IMM mendapat legitimasi untuk menempatkan PTM sebagai basis gerakannya, Disamping itu,  hal ini terdapat pada statuta  Perguruan Tinggi Muhammadiyah, IMM juga adalah bagian dari Angkatan Muda Muhammadiyah memiliki posisi strategis dalam rangka membangun tradisi pembaharuan Muhammadiyah  dengan basis kekuatan yang berada dikampus-kampus PTM termasuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aceh Barat Daya.
Melalui optimalisasi peran strategis IMM  tentunya nantinya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kader-kader akademisi Muhammadiyah masa depan. Apalagi IMM merupakan pelopor, pelanjut, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah. Hal ini perlu menjadi perhatian kita bersama bukan dari sisi kebijakan pimpinan PTM yang mengeluarkan kebijakan tentang adanya kebijakan bahwa wajib mengikuti proses pembinaan di IMM bagi mahasiswa yang berada di PTM atau amal usaha Muhammadiyah yang dimana seharusnya IMM membina dan dibina  akan tetapi yang harus menjadi bahan pemikiran bersama dari IMM dan pimpinan PTM  adalah bagaimana kebijakan yang dikeluarkan itu  ditunjang dengan kebijakan yang lain agar pembinaan bisa berjalan secara optimal. Hal ini penting agar menjadi pemikiran bersama bukan hanya IMM saja berfikir  akan tetapi menjadi tanggung jawab bersama untuk melakukan pembinaan.
Proses kaderisasi sesungguhnya dibagi menjadi dua bagian yaitu saat kaderisasi dan pasca kaderisasi. Tahap kaderisasi adalah saat dimana proses doktrinasi berlangsung. Proses doktrinasi ini berupaya untuk membekali diri seorang kader dengan tujuan dasar organisasi. Bukan hanya itu, proses ini berusaha dengan serius meyakinkan kader bahwa mereka tidak salah memilih organisasi. Adapun metode yang digunakan dalam proses ini adalah tentunya sesuai dengan Sistem Pengkaderan Ikatan (SPI) yang berlaku di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Sedangkan pasca kaderisasi adalah proses dimana ‘kakanda’ memberikan arahan, masukan dan semangat bagi kader baru dan pimpinan IMM di semua level kepemimpinan. Artinya kader yang baru masuk berproses didalamnya secara intensif dan kontinyu diberikan motifasi secara intens pula tapi bukan berarti “mendikte“ melainkan berusaha mengembangkan kreasi dan imajinasi kader atau pimpinan di IMM pada semua level kepemimpinan yang ada. Metode yang digunakan dengan cara menjaga harmonisasi dan membantu mencarikan solusi- solusi pemecahan masalah bagi yang dialami oleh kader-kader IMM. Terutama dalam tataran akar rumput,  sehingga yang terciptalah keyakinan kader bahwa ia tidak salah memilih IMM.
Jika dilihat dari gambaran umum, maka seharusnya kaderisasi IMM bukan hanya sekedar sarana mewujudkan manusia – manusia normatif – teoritik, tetapi lebih  dari itu mampu mengaktualisasikan trikompetensi IMM secara praksis dan aplikatif sehingga untuk mengukur nilai kekaderan seorang kader IMM tidak hanya diukur dari jenjang kekaderan dan kepemimpinan yang pernah ia  lewati akan tetapi setelah ia menjadi alumni IMM dan mendapat posisi yang sangat strategis apakah ia masih mempertahankan nilai-nilai kekaderan yang pernah didapatkan dalam IMM dan mampu mentrasformasikan nilai itu dalam tatanan kehidupannya. Jika kita lihat secara khusus, maka kaderisasi IMM akan terorientasi sebagai berikut:
  • pertama adalah penigkatan kualitas wawasan, yaitu sikap mental sebagai kader IMM dan warga muhammadiyah sebagai manusia, warga masyarakat, warga bangsa, dan warga negara masyarakat global (kosmopolitan).
  • Kedua adalah pemantapan keberadaan dan partisipasi IMM dalam menunaikan tugas, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam meningkatkan kwalitas kehidupan masyarakat.
  •  Ketiga adalah peneguhan pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan kader IMM dalam menjalankan organisasi untuk diabdikan bagi kemajuan masyarakat.
  •  Keempat adalah terwujudnya kader – kader IMM yang “unggul”, tercerahkan, kreatif, inovatif dan dan memiliki kepribadian yang berderajad tinggi, serta berpegang teguh pada trikompetensi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
Demikianlah telaah kritis yang mungkin sedikit mengusik rasa keberorganisasian. Namun wacana ini diharapkan menjadi spirit baru dalam bergerak menuju cita – cita mulia ikatan.  Billahifi sabililhaq fastabiqul khairat

1 komentar: