Oleh IMMawan Martunis*
Kaderisasi dalam keorganisasian
pada hakekatnya adalah totalitas upaya pembelajaran dan pemberdayaan yang
dilakukan secara sistematis, terpadu, terukur dan berkelanjutan dalam rangka
melakukan pembinaan dan pengembangan kognitif, afektif dan psikomotorik setiap
individu. Kaderisasi yang dilakukan oleh setiap organisasi bertujuan untuk
mencetak “manusia-manusia unggul” yang memiliki loyalitas dan komitmen terhadap
organisasi, Memiliki integritas dan cita-cita berkemajuan. Biasanya kaderisasi
dilakukan dalam banyak tahapan mulai dari jenjang kekaderan yang terendah
hingga jenjang kekaderan yang paling atas.
Begitu juga dengan Ikatan Mahasiswa
Muhammdiyah (IMM), sebagai bagian dari organisasi otonom Muhammadiyah dalam
lingkup mahasiswa yang senantiasa melakukan proses pengkaderan yang hampir
tidak pernah putus. Pengkaderan IMM adalah merupakan suatu keharusan karena
organisasi ini mendedikasikan diri sebagai organisasi kader bukan organisasi
massa.
Kalau kita membuka kembali Sistem
Pengkaderan Ikatan (SPI) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah maka kita akan menemukan
tiga jalur proses kaderisasi yang harus ditempuh persyarikatan Muhammadiyah
dalam rangka mengusahakan lahirnya kader-kader muda Muhammadiyah.
Adapun ketiga jalur yang dimaksudkan
ialah :
- Jalur pendidikan formal, melalui lembaga-lembaga formal yang dimiliki Muhammadiyah
- Jalur informal, berupa penanaman misi di lingkungan keluarga, dan sosialisasi di tengah-tengah masyarakat
- Jalur Program khusus Badan Pendidikan Kader dan Organisasi-organisasi Otonom
Ketiga jalur ini diharapkan bisa
menjadi “pemasok” kader-kader yang akan melestarikan khittah gerakan
Muhammadiyah. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan bagian dari
organisasi otonom Muhammadiyah dengan basis anggota yang relatif homogen.
Mahasiswa sebagai wahana kaderisasi, IMM diharapkan dapat menghasilkan
komunitas kader-kader yang memiliki kualitas intelektual, kapasitas moral dan
peran sosial yang memadai.
Dalam mencapai kualifikasi kekaderan
yang memadai. Maka, IMM dituntut untuk menyelenggarakan program perkaderan
dengan strategi perencanaan yang serius dan kerangka kerja yang jelas. Maka
kurikulum dan metode menjadi acuan utama guna pencapaian hasil yang
optimal. Sehingga dari proses kaderisasi yang dikembangkan IMM dapat lahir kader-kader
yang memahami misi dan cita-cita Muhammadiyah dengan benar.
Pengkaderan adalah proses IMM dalam
mencetak manusia-manusia unggul yang sesungguhnya. Tujuan Pengkaderan sacara
umum adalah untuk mecetak aktivis-aktivis IMM yang memiliki loyalitas, jati
diri (identitas), dan kemajuan dalam konteks kolektivitas kebersamaan dalam
organisasi. Inilah saat dimana kader-kader IMM diberikan pengetahuan, pedoman,
dan tujuan IMM. Guna mencapai tujuan tersebut dalam proses pengkaderan selalu
diwacanakan mengenai tri kometensi IMM yang dalam diri kader, tri kompetensi
ini meliputi humanitas, intelektualitas dan religiusitas. Inti dari trilogi ini
adalah tuntutan untuk menjadi kader yang memiliki intelektualitas dalam segala
bidang yang berpedoman pada Al-qur’an dan As Sunnah serta memiliki kepekaan
sosial yang tinggi dalam bermasyarakat.
Dilema yang terjadi dalam
pengkaderan adalah kader-kader baru hanya menghapal tri kompetensi IMM dan
setelah proses kaderisasi berakhir, maka berakhir pulalah hapalan
tersebut inilah pokok masalah yang harus dibenahi, yaitu tri kompetensi IMM
bukan hanya sekedar untuk dihapal akan tetapi untuk dipraksiskan dalam realitas
kehidupan. Seharusnya setelah proses itu kader sudah mampu mengaktualisasikan
trikompetensi IMM. Bukan malah sebaliknya yang masih bingung ingin berbuat apa
untuk IMM. Tidak memiliki kreatifitas dan imajinasi membangun, dan yang paling
patal adalah menjadi “aktivis-aktivis benalu” dalam tubuh IMM. Fakta dari
penomena ini tampaknya tidak perlu untuk diperdebatkan kebenarannya. Jika hal
ini masih terjadi bukan rahasia lagi bahwa proses pengkaderan hanya rutinitas
belaka hanya untuk memenuhi tuntutan tiap bulannya tanpa ada kader IMM sejati
yang tercipta dan menjadi penggerak dalam organisasi IMM.
Dilema yang lain dari sudut
legitimasi akan eksistensi IMM diamal usaha Muhammadiyah. Eksistensi IMM di PTM
adalah merupakaan suatu keniscayaan. IMM mendapat legitimasi untuk menempatkan
PTM sebagai basis gerakannya, Disamping itu, hal ini terdapat pada
statuta Perguruan Tinggi Muhammadiyah, IMM juga adalah bagian dari
Angkatan Muda Muhammadiyah memiliki posisi strategis dalam rangka membangun
tradisi pembaharuan Muhammadiyah dengan basis kekuatan yang berada
dikampus-kampus PTM termasuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aceh Barat Daya.
Melalui optimalisasi peran strategis
IMM tentunya nantinya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kader-kader
akademisi Muhammadiyah masa depan. Apalagi IMM merupakan pelopor, pelanjut, dan
penyempurna amal usaha Muhammadiyah. Hal ini perlu menjadi perhatian kita
bersama bukan dari sisi kebijakan pimpinan PTM yang mengeluarkan kebijakan
tentang adanya kebijakan bahwa wajib mengikuti proses pembinaan di IMM bagi
mahasiswa yang berada di PTM atau amal usaha Muhammadiyah yang dimana
seharusnya IMM membina dan dibina akan tetapi yang harus menjadi bahan
pemikiran bersama dari IMM dan pimpinan PTM adalah bagaimana kebijakan
yang dikeluarkan itu ditunjang dengan kebijakan yang lain agar pembinaan
bisa berjalan secara optimal. Hal ini penting agar menjadi pemikiran bersama
bukan hanya IMM saja berfikir akan tetapi menjadi tanggung jawab bersama
untuk melakukan pembinaan.
Proses kaderisasi sesungguhnya
dibagi menjadi dua bagian yaitu saat kaderisasi dan pasca kaderisasi. Tahap
kaderisasi adalah saat dimana proses doktrinasi berlangsung. Proses doktrinasi
ini berupaya untuk membekali diri seorang kader dengan tujuan dasar organisasi.
Bukan hanya itu, proses ini berusaha dengan serius meyakinkan kader bahwa
mereka tidak salah memilih organisasi. Adapun metode yang digunakan dalam
proses ini adalah tentunya sesuai dengan Sistem Pengkaderan Ikatan (SPI) yang
berlaku di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Sedangkan pasca kaderisasi adalah
proses dimana ‘kakanda’ memberikan arahan, masukan dan semangat bagi kader baru
dan pimpinan IMM di semua level kepemimpinan. Artinya kader yang baru masuk
berproses didalamnya secara intensif dan kontinyu diberikan motifasi secara
intens pula tapi bukan berarti “mendikte“ melainkan berusaha
mengembangkan kreasi dan imajinasi kader atau pimpinan di IMM pada semua level
kepemimpinan yang ada. Metode yang digunakan dengan cara menjaga harmonisasi
dan membantu mencarikan solusi- solusi pemecahan masalah bagi yang dialami oleh
kader-kader IMM. Terutama dalam tataran akar rumput, sehingga yang terciptalah
keyakinan kader bahwa ia tidak salah memilih IMM.
Jika dilihat dari gambaran umum,
maka seharusnya kaderisasi IMM bukan hanya sekedar sarana mewujudkan manusia –
manusia normatif – teoritik, tetapi lebih dari itu mampu
mengaktualisasikan trikompetensi IMM secara praksis dan aplikatif sehingga
untuk mengukur nilai kekaderan seorang kader IMM tidak hanya diukur dari
jenjang kekaderan dan kepemimpinan yang pernah ia lewati akan tetapi
setelah ia menjadi alumni IMM dan mendapat posisi yang sangat strategis apakah
ia masih mempertahankan nilai-nilai kekaderan yang pernah didapatkan dalam IMM
dan mampu mentrasformasikan nilai itu dalam tatanan kehidupannya. Jika kita
lihat secara khusus, maka kaderisasi IMM akan terorientasi sebagai berikut:
- pertama adalah penigkatan kualitas wawasan, yaitu sikap mental sebagai kader IMM dan warga muhammadiyah sebagai manusia, warga masyarakat, warga bangsa, dan warga negara masyarakat global (kosmopolitan).
- Kedua adalah pemantapan keberadaan dan partisipasi IMM dalam menunaikan tugas, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam meningkatkan kwalitas kehidupan masyarakat.
- Ketiga adalah peneguhan pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan kader IMM dalam menjalankan organisasi untuk diabdikan bagi kemajuan masyarakat.
- Keempat adalah terwujudnya kader – kader IMM yang “unggul”, tercerahkan, kreatif, inovatif dan dan memiliki kepribadian yang berderajad tinggi, serta berpegang teguh pada trikompetensi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
Demikianlah telaah kritis yang
mungkin sedikit mengusik rasa keberorganisasian. Namun wacana ini diharapkan
menjadi spirit baru dalam bergerak menuju cita – cita mulia ikatan. Billahifi sabililhaq fastabiqul khairat
progresif person..:)
BalasHapus