Selasa, 18 September 2012

Muktamar XV IMM : Membangun Peradaban Progresif Ikatan

 Oleh : Mora Harahap, S.Pd 

 Untuk kedua kalinya Sumatera Utara menjadi tuan rumah penyelanggaraan Muktamar IMM. Setelah tahun 1997 yang masih kita kenang sebagai Muktamar air mata dan sampai saat ini dokumentasinya masih tersimpan rapi di situs internet. Perhelatan akbar dua tahun sekali ini tidak saja sebagai sarana demokrasi memilih pimpinan tetapi juga merupakan sarana silaturahmi yang strategis dalam menuangkan ide-ide cemerlang untuk perbaikan ikatan menuju perubahan bangsa yang semakin cerah nantinya.
            Muktamar yang mengambil tema ”Kristalisasi Gerakan Kaum Muda Untuk Indonesia Bangkit” menjadi sangat penting bagi ribuan kader IMM yang datang ke kota medan hanya untuk menyaksikan organisasi yang mereka cintai ini terus berkiprah menjadi oase ditengah-tengah kekeringan identitas bangsa, ketidakadilan sosial, dan krisis multidimensi yang mencengkram suluruh lapisan bangsa ini. Maka tidak berlebihan jika kita masih yakin bahwa IMM salah satu organisasi kemahasiswaan yang masih menjaga idealisme gerakan itu. Karena hari ini hanya idealisme itu yang mahal di negeri ini.
            Berbicara kaum muda tentu tidak terlepas dari momentun perubahan yang senantiasa digagas oleh para pemuda khususnya mahasiswa. Gerakan kritik vertikal-horizontal  (terhadap pemerintah dan parlemen) dan moral-intelektual (kaderisasi dan demokratisasi kampus) menjadi hal yang wajar untuk terus dilakukan. Paradigma baru tersebut adalah eksistensi gerakan dakwah dan ilmiah merajut intertekstualitas wacana dan realitas konstetktual masyarakat. Dalam buku “Grassroots Resistance : Social Movement on XX Century America” menjelaskan kepada kita sebuah pengalaman dari gerakan mahasiswa, kaum pekerja, dan parpol di Amerika pada abad XX yang mengembangkan wahana sistem analisis dan gerakan sosial. Wahana sistem analisis merupakan gerakan untuk mengisi stock of knowledge.  Sebuah gerakan sistematis mendiskusikan materi-materi realitas sosial-ekonomi-politik secara kritis. Sedangkan gerakan soial merupakan lahan apresiasi wacana tentang realitas social-ekonomi-politik yang telah dikerjakan.
            Peradaban Progresif
Peradaban (civilization) meinjam istilah Raymon Williams meupakan suatu kondisi dari kehidupan sosial masyarakat yang organik. Ciri khasnya adalah profesional, concern terhadapap pembagian kerja, serta taat hukum. Berbeda dengan masyarakat barbar yang mekanik bercirikan sebaliknya. Jika kita melihat konstruksi peradaban yang berbasis pada tradisi islam maka kita akan menemukan masyarakat madani yang pernah ditorehkan Rasulullah. Maka peradaban progresif yang dimaksd disini adalah masyarakat yang secara nilai dan praksis memanifestasikan keadilan, toleransi, terbuka, dan siap menjalin hubungan dengan siapa saja untuk membangun harkat dan martabat manusia.
Persolannya adalah mampukan IMM mebangun perdaban progresif tersebut? Jika kita memakai analis SWOT untuk menjawab pertanyaan tersebut sungguh IMM memilik potensi yang sangat besar dalam membangun peradaban progrsif tersbut. Kekuatan IMM saat ini sudah sampai ke seluruh penjuru tanah air dengan sumber daya manusia yang beragam rasanya menjadi sangat penting untuk diberdayakan secaa optimal. Jika pendiri Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan pernah berpesan jadilah insinyur, master, dan doktor tapi kembalilah ke Muhammadiyah. Maka tidak salah juga kalau IMM melakukan maping para kader-kader dan alumninya untuk bisa diberdayakan dalam penguatan peran civil society. Kelemahan kita hari ini adalah masih sering terjebak pada isu-isu yang lahir dari penguasa, bukan muncul dari kita sendiri. Pada level kaderisasi kita masih sering bingung menterjemahkan identitas IMM yang sesungguhnya. Padahal bagi saya sebuah organisasi sekaliber IMM merupakan gerakan dengan membawa identitas intelektual yang jelas,
Oleh karenanya, kesempatan berharga kita adalah muktamar kali ini. Menjelang setengah abad IMM ini harus lahir komitmen ikatan yang tinggi membangun peradaban progresif. Ancaman kedepan yang harus kita hadapi adalah salah dalam menyusun agenda-agenda perubahan yang sistematis. Sehingga pada level pusat kita terkesan hanya melahirkan agenda persiapan suksesi pimpinan ke pimpinan berikutnya dalam forum muktamar. Karena waktu yang sedikit itu tidak mampu dioptimalkan untuk merancang agenda-agenda yang berkelanjutan, terarah dan terukur.
            Secara intitusi IMM harus memandang realistis karena untuk mewujudkan itu tidak bisa bekerja sendiri. Jaringan merupakan wahana bagi siapapun kader IMM yang bervisi sama untuk membangun prisnsip demokrasi, keadilan , dan kesejahteraan. Tentu tidak dengan menggunakan logika perbedaan agama, perbedaan etnis. Melainkan pilihan untuk bersama-sama kampanye isu strategis yang digagas sendiri oleh IMM. Ikatan ini harus mampu menembus dinding tebal institusi-institusi negera untuk bekerjasama menciptakan program-program yang mampu mengangkat harkat dan martabat umat manusia. Tentu IMM harus mampu menempatkan posisinya kapan untuk bekerjasama dengan pemerintah dan kapan IMM berdiri tegak angkat bendera melawan kegagalan pemerintah mengelolah bangsa ini.
            Di tengah fajar harapan baru yang akan terbit, kini saatnya IMM bisa membangkitkan bangsa ini melalui : Pertama, concern terhadap isu-isu spesifik, seperti HAM, dialog lintas agama. Kedua, selalu kritis dalam membaca kebijakan publik yang dilahirkan oleh negara. Ketiga, tetap melakukan rekayasa sosial untuk perubahan. Keempat, membangun persenyawaan dengan lembaga negara yang bisa menerima dan menterjemahkan aspirasi masyarakat. Kelima, mendorong seluruh kalangan mahasiswa untuk mau diajak berpartisipasi sebagai preasure group dan lerning circle dalam membangun bangsa. Billahi Fii Sabilil Haq, Fastabiqulkhairat. (Penulis adalah pengurus harian DPP IMM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar