Oleh :
Mora Harahap, S.Pd
Untuk kedua kalinya Sumatera Utara menjadi tuan rumah penyelanggaraan Muktamar IMM. Setelah tahun 1997 yang masih kita kenang sebagai Muktamar air mata dan sampai saat ini dokumentasinya masih tersimpan rapi di situs internet. Perhelatan akbar dua tahun sekali ini tidak saja sebagai sarana demokrasi memilih pimpinan tetapi juga merupakan sarana silaturahmi yang strategis dalam menuangkan ide-ide cemerlang untuk perbaikan ikatan menuju perubahan bangsa yang semakin cerah nantinya.
Muktamar yang mengambil tema
”Kristalisasi Gerakan Kaum Muda Untuk Indonesia Bangkit” menjadi sangat penting
bagi ribuan kader IMM yang datang ke kota medan hanya untuk
menyaksikan organisasi yang mereka cintai ini terus berkiprah menjadi oase
ditengah-tengah kekeringan identitas bangsa, ketidakadilan sosial, dan krisis
multidimensi yang mencengkram suluruh lapisan bangsa ini. Maka tidak berlebihan
jika kita masih yakin bahwa IMM salah satu organisasi kemahasiswaan yang masih
menjaga idealisme gerakan itu. Karena hari ini hanya idealisme itu yang mahal
di negeri ini.
Berbicara kaum muda tentu tidak
terlepas dari momentun perubahan yang senantiasa digagas oleh para pemuda
khususnya mahasiswa. Gerakan kritik vertikal-horizontal (terhadap pemerintah dan parlemen) dan moral-intelektual
(kaderisasi dan demokratisasi kampus) menjadi hal yang wajar untuk terus
dilakukan. Paradigma baru tersebut adalah eksistensi gerakan dakwah dan ilmiah
merajut intertekstualitas wacana dan realitas konstetktual masyarakat. Dalam
buku “Grassroots Resistance : Social Movement on XX Century America”
menjelaskan kepada kita sebuah pengalaman dari gerakan mahasiswa, kaum pekerja,
dan parpol di Amerika pada abad XX yang mengembangkan wahana sistem analisis
dan gerakan sosial. Wahana sistem analisis merupakan gerakan untuk mengisi stock
of knowledge. Sebuah gerakan
sistematis mendiskusikan materi-materi realitas sosial-ekonomi-politik secara
kritis. Sedangkan gerakan soial merupakan lahan apresiasi wacana tentang
realitas social-ekonomi-politik yang telah dikerjakan.
Peradaban
Progresif
Peradaban
(civilization) meinjam istilah Raymon Williams meupakan suatu kondisi dari
kehidupan sosial masyarakat yang organik. Ciri khasnya adalah profesional, concern
terhadapap pembagian kerja, serta taat hukum. Berbeda dengan masyarakat barbar
yang mekanik bercirikan sebaliknya. Jika kita melihat konstruksi peradaban yang
berbasis pada tradisi islam maka kita akan menemukan masyarakat madani yang
pernah ditorehkan Rasulullah. Maka peradaban progresif yang dimaksd disini
adalah masyarakat yang secara nilai dan praksis memanifestasikan keadilan,
toleransi, terbuka, dan siap menjalin hubungan dengan siapa saja untuk
membangun harkat dan martabat manusia.
Persolannya
adalah mampukan IMM mebangun perdaban progresif tersebut? Jika kita memakai
analis SWOT untuk menjawab pertanyaan tersebut sungguh IMM memilik potensi yang
sangat besar dalam membangun peradaban progrsif tersbut. Kekuatan IMM saat ini
sudah sampai ke seluruh penjuru tanah air dengan sumber daya manusia yang
beragam rasanya menjadi sangat penting untuk diberdayakan secaa optimal. Jika
pendiri Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan pernah berpesan jadilah insinyur, master,
dan doktor tapi kembalilah ke Muhammadiyah. Maka tidak salah juga kalau IMM
melakukan maping para kader-kader dan alumninya untuk bisa diberdayakan
dalam penguatan peran civil society. Kelemahan kita hari ini adalah
masih sering terjebak pada isu-isu yang lahir dari penguasa, bukan muncul dari
kita sendiri. Pada level kaderisasi kita masih sering bingung menterjemahkan
identitas IMM yang sesungguhnya. Padahal bagi saya sebuah organisasi sekaliber
IMM merupakan gerakan dengan membawa identitas intelektual yang jelas,
Oleh
karenanya, kesempatan berharga kita adalah muktamar kali ini. Menjelang
setengah abad IMM ini harus lahir komitmen ikatan yang tinggi membangun peradaban
progresif. Ancaman kedepan yang harus kita hadapi adalah salah dalam menyusun
agenda-agenda perubahan yang sistematis. Sehingga pada level pusat kita
terkesan hanya melahirkan agenda persiapan suksesi pimpinan ke pimpinan
berikutnya dalam forum muktamar. Karena waktu yang sedikit itu tidak mampu
dioptimalkan untuk merancang agenda-agenda yang berkelanjutan, terarah dan
terukur.
Secara
intitusi IMM harus memandang realistis karena untuk mewujudkan itu tidak bisa
bekerja sendiri. Jaringan merupakan wahana bagi siapapun kader IMM yang bervisi
sama untuk membangun prisnsip demokrasi, keadilan , dan kesejahteraan. Tentu tidak
dengan menggunakan logika perbedaan agama, perbedaan etnis. Melainkan pilihan
untuk bersama-sama kampanye isu strategis yang digagas sendiri oleh IMM. Ikatan
ini harus mampu menembus dinding tebal institusi-institusi negera untuk
bekerjasama menciptakan program-program yang mampu mengangkat harkat dan martabat
umat manusia. Tentu IMM harus mampu menempatkan posisinya kapan untuk
bekerjasama dengan pemerintah dan kapan IMM berdiri tegak angkat bendera
melawan kegagalan pemerintah mengelolah bangsa ini.
Di tengah fajar harapan baru yang
akan terbit, kini saatnya IMM bisa membangkitkan bangsa ini melalui : Pertama,
concern terhadap isu-isu spesifik, seperti HAM, dialog lintas agama. Kedua,
selalu kritis dalam membaca kebijakan publik yang dilahirkan oleh negara. Ketiga,
tetap melakukan rekayasa sosial untuk perubahan. Keempat, membangun
persenyawaan dengan lembaga negara yang bisa menerima dan menterjemahkan
aspirasi masyarakat. Kelima, mendorong seluruh kalangan mahasiswa untuk
mau diajak berpartisipasi sebagai preasure group dan lerning circle dalam
membangun bangsa. Billahi Fii Sabilil Haq, Fastabiqulkhairat. (Penulis adalah pengurus harian DPP IMM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar